“ Ya ini namanya jodoh ” . Kata Paula bersemangat. “ Ah, engga La. Banyak, kali cerita kayak begitu ” . Kataku membantah. “ Chel, 15 tahun loh! 15 tahun.. dan Elu masih belum bisa move on ” , kata Diana menimpali. Aku terdiam sambil menghabiskan beberapa suapan lagi Spaghetti Aglio Olio di h adapanku. Sebentar lagi jam istirahat kantor berahir. Di perjalanan pulang aku masih memikirkan perkataan kedua sahabatku tadi. Sambil tangan kiri ku menenteng tas dan tangan kananku menggenggam erat pegangan KRL. Berbeda dengan orang-orang yang kedua tangannya sedang sibuk dengan gadget. Pikiranku sedang dipenuhi ‘ dia ’ yang seharian ini menjadi pembahasan kami di kantor. Bukan hanya hari ini, tapi sudah beberapa hari terakhir sejak dia menjadi karyawan baru di kantorku. Aku Rachel. Wanita kantoran usia 23 tahun yang sekalipun belum pernah berpacaran. Tertarik dengan seseorang? Wah, sering banget. Tapi ujung-ujungnya rasa suka ku menghilang lantaran aku masih selalu membanding-bandingkan
Semilir angin sejuk sepoi-sepoi meniup gorden jendela kamarku yang tepat di samping tempat tidurku. Kicauan burung menyapa seolah memerintahkanku untuk segera bergegas menyentuh sarapan rohaniku. Segera setelah berhasil mengumpulkan nyawa kuhampiri meja di sudut kamarku. Ku buka buku tipis itu, dan kudapati renungan hari Minggu, tanggal 29 Oktober, berjudul “ Jangan Khawatir ” dan Filipi 4:6 menjadi ayat pagi ini. “ Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur ” . Wah, salah satu ayat favoritku. Ayat ini menjadi peganganku sekitar dua tahun belakangan ini. Begitu banyaknya rasa kuatirku yang mampu ku tentang berkat ayat ini. Ku tuntaskan saat teduh ku dan segera mandi. “ Aby..... ” teriak mama dari bawah. Aku Aby. Sebenarnya Abigail. Tapi aku kerap disapa seperti itu. “ Sarapan nya udah selesai ” . Sambung mama. Segera ku selesaikan sedikit polesan make up di wajahku